PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PEMALSUAN IDENTITAS SUAMI DALAM PERKAWINAN POLIGAMI (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEMARANG NOMOR : 1447/PDT.G/2011/PA.SM)
Abstract
Setiap pasangan suami isteri selalu menginginkan perkawinannya hanya berlangsung sekali seumur hidup. Hal ini tergambar dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 yaitu pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang isteri, dan seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami. Akan tetapi, hukum perkawinan sebagaimana yang terdapat dalam Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam memberikan pengecualian terhadap seorang suami yang ingin memiliki isteri lebih dari satu yaitu harus mendapat ijin dari Pengadilan dan harus memenuhi syarat-syarat untuk dapat beristeri lebih dari satu. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana proses pembuktian dan pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim, untuk memutuskan perkara Nomor 1447/Pdt.G/2011/PA.SM dan bagaimana Implikasi hukum dari pembatalan perkawinan karena pemalsuan identitas suami di Pengadilan Agama Semarang.
Berdasarkan uraian latar belakang dan pembahasan penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Proses pembuktian dan pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim adalah berawal dari surat gugatan yang diajukan Penggugat (ibu kandung Tergugat I) dan untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya Penggugat maka Penggugat mengajukan alat bukti surat maupun saksi. Alat bukti tersebut berupa bukti surat foto kopi kutipan akta nikah, dan para saksi, dan gugatan yang diajukan oleh Penggugat tersebut sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Berdasarkan alat bukti yang diajukan oleh Penggugat maka pertimbangan hukum yang digunakan hakim yaitu alasan yang diajukan oleh penggugat sesuai dengan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang perkawinan dan Pasal 72 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, selain itu pengajuan permohonan pembatalan perkawinan tersebut sesuai dengan Pasal 27 ayat (3) Undang-undang Perkawinan dan Pasal 72 ayat (3), selain peraturan hukum tersebut hakim juga merujuk pada sumber lain yaitu kitab-kitab fiqih.
Implikasi hukum yang ditimbulkan dari adanya pembatalan perkawinan adalah sebagai berikut: terhadap keduanya implikasi hukumnya yaitu perkawinan suami istri yang dibatalkan akan mengakibatkan keduanya kembali seperti keadaan semula atau diantara keduanya seolah-olah tidak pernah melangsungkan perkawinan, maka secara otomatis hubungan suami isteri tersebut putus. Dan perkawinan yang telah dibatalkan tidak mendapat akta cerai, hanya mendapat surat putusan bahwa pernikahan tersebut dibatalkan. dan terhadap Tergugat I yaitu status hukum Tergugat I menjadi perawan hukmi. Terhadap Tergugat II, selain perkawinannya dibatalkan Tergugat II dapat diancam Pidana penjara.
Abstract
Setiap pasangan suami isteri selalu menginginkan perkawinannya hanya berlangsung sekali seumur hidup. Hal ini tergambar dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 yaitu pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang isteri, dan seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami. Akan tetapi, hukum perkawinan sebagaimana yang terdapat dalam Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam memberikan pengecualian terhadap seorang suami yang ingin memiliki isteri lebih dari satu yaitu harus mendapat ijin dari Pengadilan dan harus memenuhi syarat-syarat untuk dapat beristeri lebih dari satu. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana proses pembuktian dan pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim, untuk memutuskan perkara Nomor 1447/Pdt.G/2011/PA.SM dan bagaimana Implikasi hukum dari pembatalan perkawinan karena pemalsuan identitas suami di Pengadilan Agama Semarang.
Berdasarkan uraian latar belakang dan pembahasan penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Proses pembuktian dan pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim adalah berawal dari surat gugatan yang diajukan Penggugat (ibu kandung Tergugat I) dan untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya Penggugat maka Penggugat mengajukan alat bukti surat maupun saksi. Alat bukti tersebut berupa bukti surat foto kopi kutipan akta nikah, dan para saksi, dan gugatan yang diajukan oleh Penggugat tersebut sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Berdasarkan alat bukti yang diajukan oleh Penggugat maka pertimbangan hukum yang digunakan hakim yaitu alasan yang diajukan oleh penggugat sesuai dengan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang perkawinan dan Pasal 72 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, selain itu pengajuan permohonan pembatalan perkawinan tersebut sesuai dengan Pasal 27 ayat (3) Undang-undang Perkawinan dan Pasal 72 ayat (3), selain peraturan hukum tersebut hakim juga merujuk pada sumber lain yaitu kitab-kitab fiqih.
Implikasi hukum yang ditimbulkan dari adanya pembatalan perkawinan adalah sebagai berikut: terhadap keduanya implikasi hukumnya yaitu perkawinan suami istri yang dibatalkan akan mengakibatkan keduanya kembali seperti keadaan semula atau diantara keduanya seolah-olah tidak pernah melangsungkan perkawinan, maka secara otomatis hubungan suami isteri tersebut putus. Dan perkawinan yang telah dibatalkan tidak mendapat akta cerai, hanya mendapat surat putusan bahwa pernikahan tersebut dibatalkan. dan terhadap Tergugat I yaitu status hukum Tergugat I menjadi perawan hukmi. Terhadap Tergugat II, selain perkawinannya dibatalkan Tergugat II dapat diancam Pidana penjara.
References
Abdul Manan, 2006,Aneka masalah hukum perdata Islam di Indonesia, Kencana,Jakarta.
Abdur Rahman I, Doi, Ph. D, 1992, Perkawinan dalam Syariat Islam, Rineka Cipta, Jakarta.
Ali Afandi, 1974, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), Bina Aksara, Jakarta
A. Mukti Arto, 1996, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Cetakan Pertama, Pustaka Pelajar, Jakarta.
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Hadikusuma, Hilman, 1990, Hukum Perkawinan Indonesia, Penerbit Mandar Maju, Bandung.
Hardijan Rusli, 2006, Metode Penelitian Hukum Normatif: Bagaimana? Law Review Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Volume V No. 3.
Moleong, Lexy J, 2007, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Muhammad abdulkadir, 1993, Hukum Perkawinan Indonesia, PT Citra Aditya Bakti:Bandung.
Peter Mahmud Marzuki,2009,Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Prodjohamidjojo, Martiman, Hukum Perkawinan Islam Indonesia, Indonesia.
Ramulyo, 1991, M. Idris, Beberapa Masalah Tentang Hukum Acara Perdata Peradilan Agama, Penerbit IND-HILL-CO, Jakarta.
Soemitro, H. Ronny, 1988, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia ,Jakarta.
Soemiyati, 1986, Hukum Perkawinan dan Undang-Undang Perkawinan, Liberty:Yogyakarta.
Soerjono Soekanto, 1982, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.
___________, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta.
___________, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.
Soerjono Soekanto dan Sri mamudji, 2009, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ke 1. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Supramono, Gatot, 1998, Segi-Segi Hukum Hunungan Luar Nikah¸ Djambatan, Jakarta.
Thalib, Sayuti, 1974, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Penerbit UI, Jakarta.
Perundang- undangan :
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Kompilasi Hukum Islam (Inpres No.1 Tahun 1991)
Peraturan Pemerintahan Nomor 1 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Undang-Undang No.3 Tahun 2006 Tentang Kependudukan