FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA MENURUT PASAL 55 UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

  • Muh Nurman Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Abdurachman Saleh Situbondo
  • Wahibatul Maghfuroh Universitas Panca Marga

Abstract

Dampak positif dari reformasi total ini, ditinjau dari segi politik dan ketatanegaraan telah terjadi pergeseran paradigm dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralistik mengarah kepada sistem pemerintaha yang desentralistik dengan memberi keleluasaan pada daerah dalam wujud otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab. Keanekaragaman bisa berarti aneka budaya, aneka bahasa, aneka kondisi geografis dan lain-lain. Mengakui keanekaragaman sebagai landasan berarti memberikan kewenangan dengan mempertimbangkan hak dan kewajiban secara proporsional. Saat ini desa mempunyai kewenangan-kewenangan lebih rigid dan terperinci antara lain kewenangan yang berdasarkan hak asal usul desa. Pengakuan UU ini atas keanekaragaman diharapkan menjadi pintu masuk (entry point) demokrasi di desa.  Adanya Undang-undang yang mengatur tentang Pemerintahan daerah dan desa bukan satu-satunya jalan mewujudkan demokrasi dan keadilan. Undang-undang ini hanyalah salah satu produk hukum yang dibuat manusia, hukum dibuat untuk melindungi kepentingan-kepentingan bagi “si pembuat”. Jangan sampai terjadi tarik ulur antara peraturan-peraturan yang kaitannya dengan tarik ulur kepentingan pemerintah pusat dan daerah, karena rakyat jugalah yang menjadi korban kepentingan.

Abstract

Dampak positif dari reformasi total ini, ditinjau dari segi politik dan ketatanegaraan telah terjadi pergeseran paradigm dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralistik mengarah kepada sistem pemerintaha yang desentralistik dengan memberi keleluasaan pada daerah dalam wujud otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab. Keanekaragaman bisa berarti aneka budaya, aneka bahasa, aneka kondisi geografis dan lain-lain. Mengakui keanekaragaman sebagai landasan berarti memberikan kewenangan dengan mempertimbangkan hak dan kewajiban secara proporsional. Saat ini desa mempunyai kewenangan-kewenangan lebih rigid dan terperinci antara lain kewenangan yang berdasarkan hak asal usul desa. Pengakuan UU ini atas keanekaragaman diharapkan menjadi pintu masuk (entry point) demokrasi di desa.  Adanya Undang-undang yang mengatur tentang Pemerintahan daerah dan desa bukan satu-satunya jalan mewujudkan demokrasi dan keadilan. Undang-undang ini hanyalah salah satu produk hukum yang dibuat manusia, hukum dibuat untuk melindungi kepentingan-kepentingan bagi “si pembuat”. Jangan sampai terjadi tarik ulur antara peraturan-peraturan yang kaitannya dengan tarik ulur kepentingan pemerintah pusat dan daerah, karena rakyat jugalah yang menjadi korban kepentingan.

References

Buku:
A., Hikam, Muhammad, 1999, Politik Kewarganegaraan. Erlangga, Jakarta.
Bronson, Margaret S, 1999, Belajar Civic Education dari Amerika LKiS, Yogyakarta.
Cristina, AAGN Ari, 2000. Otonomi Versi Negara, Lapera Pustaka Utama Yogyakarta.
Hanif Dhakiri, Muh 2000. Paula Freire, Islam & Pembebasan, Djamin – Pena, Jakarta.
Magnis-Suseno, Franz, 1987. Etika Politik, Gramedia, Jakarta.
P. Huntington, Samuel & Jean M. Nelson, 1990. Partisipasi Politik Negra Berkembang, Rineka Cipta, Jakarta.
Team Work Lapera, 2001. Politik Pemberdayaan Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta.
Peraturan Perundang-Undangan;
UUD 1945 – Sebelum amandemen IV
UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah
UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa
UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Sinar Grafika, Jakarta
Published
2022-05-30
How to Cite
NURMAN, Muh; MAGHFUROH, Wahibatul. FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA MENURUT PASAL 55 UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA. FENOMENA, [S.l.], v. 16, n. 1, p. 68-80, may 2022. ISSN 0215-1448. Available at: <https://unars.ac.id/ojs/index.php/fenomena/article/view/1971>. Date accessed: 25 nov. 2024. doi: https://doi.org/10.36841/fenomena.v20i1.1971.
Section
Articles