TINJAUAN HUKUM PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN GUGATAN SEDERHANA SEBAGAI SALAH SATU CARA MENYELESAIKAN SENGKETA PERDATA

  • Ide Prima Hadiyanto Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Abdurachman Saleh Situbondo

Abstract

Banyaknya kasus dan atau sengketa yang diselesaikan di pengadilan yang masih membutuhkan penanganan yang berlarut-larut, sulit, mahal dan hasil putusan akhirnya yang ternyata juga belum memenuhi unsur keadilan atau tidak memuaskan para pihak yang bersengketa atau penyelesaian kasus dalam perdata. Menjawab permasalahan ini, maka Mahkamah Agung melakukan suatu terobosan baru dalam sistem peradilan perdata, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana (selanjutnya disebut Perma TPGS). Metode penulisan sebagai suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Melalui langkah-langkah tersebut maka akan di dapatkan kesesuaian hubungan antara suatu data dengan data yang lainnya, sehingga penelitian hukum ini dapat menemukan kesimpulan yang tepat menguraikan tentang Mahkmah Agung Republik Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung (Perma), perikatan, sengketa perdata, penyelesaian sengketa perdata, pengertian gugatan sederhana, sikap tergugat setelah menerima panggilan sidang gugatan sederhana, persidangan, putusan, upaya hukum, dan pelaksanaan putusan. Berdasarkan analisa dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: pertama, dalam Gugatan sederhana menurut Pasal 1 ayat (3) Perma TPGS, susunan hakim yang memeriksa perkara adalah hakim tunggal dan hasil putusan penyelesaian sengketa sederhana, tidak dapat dilakukan upaya hukum, akan tetapi bisa diajukan upaya keberatan yang diatur dalam Pasal 21 sampai dengan pasal 29 Perma TPGS.  Terkait dengan adanya Perma TPGS, masyarakat sangat menerima dan sangat membantu dalam penyelesaian sengketa secara cepat, ringan, dan mudah serta biaya murah. Kedua, terkait dengan prinsip keadilan, penegakan hukum, yang meliputi struktur hukum untuk menjamin terlaksananya PERMA Perma TPGS adalah meliputi Mahkamah Agung sebagai pembentuknya dan peradilan-peradilan dibawahnya yang diberikan wewenang berdasarkan Perma TPGS tersebut. Peradilan yang ditunjuk dalam Pasal 2 Perma TPGS adalah Pengadilan Negeri. Adanya Perma TPGS ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Hal ini karena banyaknya penumpukan kasus di pengadilan yang membutuhkan waktu lama baik dari segi prosedurnya, maupun pelaksanaan putusannya.

Abstract

Banyaknya kasus dan atau sengketa yang diselesaikan di pengadilan yang masih membutuhkan penanganan yang berlarut-larut, sulit, mahal dan hasil putusan akhirnya yang ternyata juga belum memenuhi unsur keadilan atau tidak memuaskan para pihak yang bersengketa atau penyelesaian kasus dalam perdata. Menjawab permasalahan ini, maka Mahkamah Agung melakukan suatu terobosan baru dalam sistem peradilan perdata, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana (selanjutnya disebut Perma TPGS). Metode penulisan sebagai suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Melalui langkah-langkah tersebut maka akan di dapatkan kesesuaian hubungan antara suatu data dengan data yang lainnya, sehingga penelitian hukum ini dapat menemukan kesimpulan yang tepat menguraikan tentang Mahkmah Agung Republik Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung (Perma), perikatan, sengketa perdata, penyelesaian sengketa perdata, pengertian gugatan sederhana, sikap tergugat setelah menerima panggilan sidang gugatan sederhana, persidangan, putusan, upaya hukum, dan pelaksanaan putusan. Berdasarkan analisa dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: pertama, dalam Gugatan sederhana menurut Pasal 1 ayat (3) Perma TPGS, susunan hakim yang memeriksa perkara adalah hakim tunggal dan hasil putusan penyelesaian sengketa sederhana, tidak dapat dilakukan upaya hukum, akan tetapi bisa diajukan upaya keberatan yang diatur dalam Pasal 21 sampai dengan pasal 29 Perma TPGS.  Terkait dengan adanya Perma TPGS, masyarakat sangat menerima dan sangat membantu dalam penyelesaian sengketa secara cepat, ringan, dan mudah serta biaya murah. Kedua, terkait dengan prinsip keadilan, penegakan hukum, yang meliputi struktur hukum untuk menjamin terlaksananya PERMA Perma TPGS adalah meliputi Mahkamah Agung sebagai pembentuknya dan peradilan-peradilan dibawahnya yang diberikan wewenang berdasarkan Perma TPGS tersebut. Peradilan yang ditunjuk dalam Pasal 2 Perma TPGS adalah Pengadilan Negeri. Adanya Perma TPGS ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Hal ini karena banyaknya penumpukan kasus di pengadilan yang membutuhkan waktu lama baik dari segi prosedurnya, maupun pelaksanaan putusannya.

References

Buku:
A.M. Mujahidin. September-Oktober 2005. Kemandirian Lembaga Peradilan Dalam Upaya Penegakan Hukum Di Indonesia: Studi atas Penerapan Konsep One Roof System Lembaga Peradilan di Bawah Kekuasaan Mahkamah Agung. Jakarta: Majalah Mimbar Hukum No. 66 Tahun XVI , Al Hikmah & DITBINPERA Islam.
Ashshofa, Burhan. 2004. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta.
Bagir, Manan. 1992. Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia. Jakarta: Ind-Hill.
Fathoni, Abdurrahman. 2006. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan
Skripsi. Jakarta: Rineka Cipta.
Friedman, Lawrence. 1984. American Law. London: W.W. Noeton & Company.
Ibrahim, Johnny. 2005. Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, cetakan 1. Malang: Bayumedia Publishing.
J. Satrio. 1992. Hukum Perjanjian. Bandng: Citra aditya Bakti.
Mahkamah Agung Republik Indonesia. 2015. Buku Saku Gugatan Sederhana. Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), dan Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Indepedensi Peradilan (LeIP).
Mariam Darus Badrulzaman, Sutan Remi Sjahdeini, Heru Soeprapto, H. Faturrahman Djamil, Taryana Soenandar. 2001. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Marzuki, Peter Mahmud. 2008. Penelitian Hukum, Cetakan 2. Jakarta: Kencana.
Mertokusumo, Sudikno. 2002. Hukum Acara Perdata Indonesia, edisi keenam. Yogyakarta: Liberty, Yogyakarta;
________. 2006. Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi ketujuh, Cetakan Pertama. Yogyakarta: Liberty.
M. Yahya Harahap. 1996. Segi-segi Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni.
________. 2008. Hukum Acara Perdata, Cet. 8. Jakarta: Sinar Grafika.
Safira, Martha Eri. 2017. Justicia Islamica, Vol. 14 No. 1 Tahun 2017. Ponorogo: IAIN Ponorogo.
Salim H. 2013. Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi. Jakarta: PT Raja Grafmdo Persada.
Soimin, Soedharyo. 2013. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: Sinar Grafika.
Subekti. 1990. Hukum Perjanjian (Cet. 12). Jakarta: PT Intermasa.
Rahadjo, Satjipto. 2008. Membedah Hukum Progresif (Cetakan III). Jakarta: Kompas Media Nusantara.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana.
Published
2021-05-27
How to Cite
HADIYANTO, Ide Prima. TINJAUAN HUKUM PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN GUGATAN SEDERHANA SEBAGAI SALAH SATU CARA MENYELESAIKAN SENGKETA PERDATA. FENOMENA, [S.l.], v. 15, n. 1, p. 26-43, may 2021. ISSN 0215-1448. Available at: <https://unars.ac.id/ojs/index.php/fenomena/article/view/1455>. Date accessed: 13 oct. 2024. doi: https://doi.org/10.36841/fenomena.v19i1.1455.
Section
Articles