Urgensi Pengaturan Sanksi Pidana Bagi Penyidik Kepolisian yang Terlambat Memusnahkan Narkotika
Abstract
Tindak pidana Narkotika sangat meresahkan bagi semua negara yang ada di dunia, maupun di Indonesia sendiri. Dikarenakan dari beredarnya narkotika yang sangat tidak terkontrol menjadikannya sebagai kejahatan yang luar biasa. Kepolisian menjadi salah satu institusi yang berhak dalam penangkapan tindak pidana Narkotika. Beberapa tahapan untuk telah dilakukan dimulai dari penangkapan, penahanan, penyitaan, pemeriksaan. Pengaturan tentang sanksi pidana terhadap pihak kepolisian yang terlambat memusnahkan narkotika masih memuat norma yang samar. Dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dikatakan bahwa Penyerahan barang sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari apabila berkaitan dengan suatu daerah yang sulit untuk dijangkau karena faktor geografis atau transportasi. Tetapi apabila telah melewati batas yang ditentukam, maka sanksi yang diterima tidak diketahui dan tidak ada kepastian hukum yang mengatur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hukuman apa yang seharusnya diberi kepada kepolisian apabila terlambat memusnahkan barang bukti narkotika. Metode penelitian yang digunakan adalah normatif, Jenis penelitian ini memfokuskan pada pengumpulan bahan-bahan hukum, dan mencari kebenarannya untuk mendapatkan solusi dari pemasalahan.
Downloads
Abstract
Tindak pidana Narkotika sangat meresahkan bagi semua negara yang ada di dunia, maupun di Indonesia sendiri. Dikarenakan dari beredarnya narkotika yang sangat tidak terkontrol menjadikannya sebagai kejahatan yang luar biasa. Kepolisian menjadi salah satu institusi yang berhak dalam penangkapan tindak pidana Narkotika. Beberapa tahapan untuk telah dilakukan dimulai dari penangkapan, penahanan, penyitaan, pemeriksaan. Pengaturan tentang sanksi pidana terhadap pihak kepolisian yang terlambat memusnahkan narkotika masih memuat norma yang samar. Dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dikatakan bahwa Penyerahan barang sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari apabila berkaitan dengan suatu daerah yang sulit untuk dijangkau karena faktor geografis atau transportasi. Tetapi apabila telah melewati batas yang ditentukam, maka sanksi yang diterima tidak diketahui dan tidak ada kepastian hukum yang mengatur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hukuman apa yang seharusnya diberi kepada kepolisian apabila terlambat memusnahkan barang bukti narkotika. Metode penelitian yang digunakan adalah normatif, Jenis penelitian ini memfokuskan pada pengumpulan bahan-bahan hukum, dan mencari kebenarannya untuk mendapatkan solusi dari pemasalahan.
References
Dittol H, and Simon. n.d. PEMBRLAKUAN SANKSI PIDANA TERHADAP PENYIDIK DALAM PENANGANAN NARKOTIKA.
Hutagaol, Ramses. 2019. ‘Perbandingan Kedudukan Penyidik Tindak Pidana Narkotika Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana’. Jurnal Ilmiah Pelnelgakan Hukum 6(2):86. doi: 10.31289/jiph.v6i2.2727.
Jasardi, Muhammad, Hambali Thalib, and Hamza Baharuddin. n.d. ‘Kewenangan Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia Terhadap Tindak Pidana Narkotika: Studi Polres Wajo’. Journal of Lex Generalis (JLS) 1(6).
Kurniawan, Riza Alifiantol, Jalan Dharmawangsa Dalam, and Selatan Surabaya. n.d. PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN KENANGAN PENYIDIK DALAM PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA NARKOTIKA.
Muaja, Stelfanol Juniol. n.d. SANKSI PIDANA TERHADAP PENYIDIK DALAM PENANGANAN PERKARA NARKOTIKA.
Relfi Daelnunu, Annisa, Lisnawaty W. Badu, Jufryantol Puluhulawa. 2023. ‘Analisis Batas Kewenangan Antara Penyidik Kepolisian Republik Indonesia Dan BNN Dalam Melakukan Kordinasi Pelnyidikan Kasus Tindak Pidana Narkotika’. 1(4):73–89. doli: 10.51903/jaksa.v1i4.1404.
Saptol Winelngku, Umar. n.d. ‘2304-4928-2-PB’.
Simangunsolng, Frans. 2014. ‘PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA ( Studi Kasus Di Kepolisian Resor Surakarta )’. 8(1).